dakwahmahasiswa.or.id

5 Alasan Merayakan Maulid Nabi

Pimpinan Pondok Pesantren At-Thohiri Kuburaya Kalimantan Barat

Merayakan Maulid bukanlah bentuk bid‘ah tercela, melainkan sarana untuk menghidupkan nilai-nilai Islam yang luhur. Selama diisi dengan amalan baik dan sesuai tuntunan syariat, Maulid justru menjadi momen penyubur iman.

Setiap kali memasuki bulan Rabi‘ul Awal, umat Islam di berbagai penjuru dunia merayakan kelahiran manusia agung, Nabi Muhammad ﷺ. Perayaan ini dikenal dengan sebutan Maulid Nabi, sebuah momentum untuk mengingat, mengenang, sekaligus meneladani sosok yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Sebagian orang mungkin bertanya: mengapa harus merayakan Maulid Nabi? Bukankah sudah cukup mencintai Rasul dengan mengamalkan sunnahnya? Pertanyaan ini wajar muncul, tetapi para ulama sejak dahulu telah memberikan penjelasan mendalam tentang keutamaan memperingati Maulid.

Salah satu ulama besar yang membahas persoalan ini adalah Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (w. 911 H), seorang mufassir, ahli hadits, sekaligus faqih yang diakui otoritasnya di dunia Islam. Dalam karyanya yang berjudul Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid, beliau menuliskan alasan-alasan kuat kenapa perayaan Maulid Nabi tidak hanya boleh, tapi juga mengandung banyak keberkahan.

Berikut adalah lima alasan utama kenapa Maulid Nabi layak untuk dirayakan, sebagaimana dijelaskan dalam kitab tersebut:

1. Untuk Selalu Mengingat Nabinya

Merayakan Maulid adalah bentuk dzikr (mengingat) sosok Nabi ﷺ. Allah sendiri memerintahkan umat Islam untuk memperbanyak dzikir kepada-Nya dan mengingat Rasul-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

    “Sungguh Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56).

    Perintah ini menunjukkan bahwa mengingat Nabi ﷺ bukan sekadar amalan tambahan, melainkan bagian dari perintah ilahi. Dalam perayaan Maulid, umat Islam membaca kisah kehidupan Rasul, menuturkan perjalanan dakwahnya, serta mengenang perjuangan dan pengorbanannya. Hal ini membuat umat tidak melupakan sosok teladan utama dalam hidupnya.

    Imam Al-Suyuthi menjelaskan bahwa inti dari Maulid adalah dzikr dan syukur. Mengingat Nabi berarti menghidupkan kembali semangat risalahnya dalam hati, sehingga umat tidak terjerumus dalam kelalaian.

    2. Mensuritauladani Sikap Nabi dan Mengetahui Nasabnya

    Maulid juga menjadi sarana untuk mengenalkan kembali sosok Rasulullah ﷺ, baik dari segi akhlak, perilaku, maupun nasab beliau. Rasulullah adalah manusia pilihan yang Allah tetapkan berasal dari keturunan mulia. Mengetahui nasab Nabi bukan sekadar pengetahuan sejarah, tetapi juga penghormatan atas garis keturunan yang Allah pilih sebagai tempat lahirnya kekasih-Nya.

      Rasulullah ﷺ bersabda:

      “Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari keturunan Ismail, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim).

      Dengan memperingati Maulid, umat Islam berkesempatan untuk mendalami siapa sebenarnya Nabi mereka. Dari situ, muncul dorongan untuk meneladani akhlaknya, seperti kejujuran, kasih sayang, kesabaran, dan keberanian.

      Imam Suyuthi menegaskan bahwa mengenal nasab Nabi adalah bagian dari penghormatan kepada beliau, sekaligus menguatkan ikatan batin antara umat dengan Rasulullah ﷺ.

      3. Menampakkan Kebahagiaan dengan Kelahiran Nabi sebagai Wujud Cinta dan Kesempurnaan Iman

      Perayaan Maulid adalah ekspresi cinta. Rasulullah ﷺ bersabda:

      “Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

        Maka, menampakkan kebahagiaan atas kelahiran beliau adalah tanda iman yang sempurna. Umat Islam bersuka cita karena pada hari itu lahir cahaya yang menerangi dunia, pembawa risalah yang menyelamatkan manusia dari kegelapan jahiliyah.

        Imam Al-Suyuthi dalam Husnul Maqashid menyebutkan bahwa salah satu tujuan Maulid adalah izhhar as-surur (menampakkan kegembiraan) atas kelahiran Nabi. Bahkan, kebahagiaan ini sendiri termasuk bentuk syukur kepada Allah.

        Dalil lain dapat dilihat dari hadis tentang Abu Lahab. Dalam riwayat Bukhari disebutkan bahwa Abu Lahab diringankan siksaannya setiap Senin karena merasa senang dengan kelahiran Nabi dan memerdekakan budaknya, Tsuwaibah, pada hari itu. Jika seorang kafir saja mendapat keringanan siksa karena bergembira dengan kelahiran Nabi, maka bagaimana dengan seorang mukmin yang benar-benar mencintainya?

        4. Memberikan Makanan kepada Orang Lain

        Salah satu tradisi Maulid adalah berbagi makanan kepada sesama. Hal ini memiliki dasar kuat dalam sunnah Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda:

          “Saling memberi makanlah kalian, tebarkan salam, sambunglah silaturahmi, dan shalatlah di malam hari ketika manusia tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah).

          Memberi makan adalah amalan mulia yang mengandung banyak pahala. Dalam konteks Maulid, penyediaan makanan menjadi sarana untuk mempererat persaudaraan dan menumbuhkan kasih sayang di tengah masyarakat.

          Imam Suyuthi menjelaskan bahwa memberi makan saat Maulid termasuk amal baik yang dianjurkan, karena masuk dalam kategori shadaqah dan ihsan kepada sesama.

          5. Berkumpul untuk Mengingat Allah: Dzikir, Membaca Al-Qur’an, dan Bershalawat

            Perayaan Maulid biasanya diisi dengan majelis dzikir, pembacaan Al-Qur’an, doa bersama, serta shalawat kepada Nabi ﷺ. Semua ini adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam.

            Rasulullah ﷺ bersabda:

            “Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir kepada Allah melainkan malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketenangan turun atas mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim).

            Begitu pula dengan shalawat, Rasulullah ﷺ bersabda:

            “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim).

            Maka, berkumpul dalam majelis Maulid sejatinya adalah sarana untuk menghidupkan sunnah dzikir dan shalawat, sekaligus mempererat ukhuwah antar sesama Muslim.

            Dari kelima poin di atas, jelas bahwa merayakan Maulid Nabi bukanlah sekadar ritual tanpa makna. Ia merupakan wadah untuk mengingat Nabi, meneladani akhlaknya, menampakkan cinta, berbagi dengan sesama, dan memperbanyak dzikir serta shalawat. Semua alasan ini sejalan dengan penjelasan ulama besar seperti Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid.

            Merayakan Maulid bukanlah bentuk bid‘ah tercela, melainkan sarana untuk menghidupkan nilai-nilai Islam yang luhur. Selama diisi dengan amalan baik dan sesuai tuntunan syariat, Maulid justru menjadi momen penyubur iman.

            Pada akhirnya, mencintai Rasulullah ﷺ tidak cukup hanya di hati, tetapi juga perlu diekspresikan dalam bentuk kebahagiaan, syukur, dan amal nyata. Maulid Nabi adalah salah satu cara indah untuk menunjukkan cinta itu.

            Penulis: Ust. Muhajir, M.Pd
            Editor: AR

            Share :

            Tags :

            Leave a Reply

            Your email address will not be published. Required fields are marked *