Oleh* Risman K Abbas- Sekretaris Umum HMI Komisariat Tarbiyah FEBI IAIN Ternate
” Dalam memperingati kemerdekaan yang penting adalah peringatan terhadap suatu tekad, membebaskan diri sebagai bangsa yang merdeka, baik dari segi politik, budaya, ekonomi dan lain-lain.“
Dirgahayu kemerdekaan republik indonesia ke 80 yang di selenggarakan pada tanggal 17 Agustus 2025 disambut dengan meriah oleh masyarakat Indonesia, karena terbebas dari penjajahan dengan segala penderitaN. Namun, perlu adanya pembinahan ketika sejumlah seremonial kemerdekaan itu, tidak layak dikomandangkan dan digembar gemborkan disaat keadaan rakyat mengalami penderitaan.
Bendera merah putih berkibar dengan gagah berani di setiap sudut penjuru Nusantara, antusias masyarakat riang gembira menyambut hari kemerdekaan dengan berbagai lomba yang di rayakan walaupun kemerdekaan hanya sekedar seremonial belaka.
Namun di balik kemerdekaan itu, apakah rakyat benar-benar merasakan merdeka? Justru sebaliknya rakyat makin menderita.
Beberapa hari yang lalu masyarakat Kabupaten Pati menggelar aksi demonstrasi atas kebijakan pemimpin daerahnya yang menaikkan pajak bumi bangunan (PBB) 250% , di lain sisi tanggal 15, Agustus 2025 Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji hakim hingga 280 persen menjelang HUT kemerdekaan RI yang ke 80.
Kebijakan ini disampaikan dalam pidato kenegaraan pada sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR–DPD RI di Jakarta, dengan dalil upaya menegekkan hukum dan keadilan, tapi rakyatnya semakin terintimidasi dengan kenaikan pajak yang diluar nalar.
Rampasan ruang hidup akibat aktifitas ekstra aktif pertambangan yang beroperasi, hutan dibabat habis, air laut tercemar akibat pembuangan limbah jat berracun, sementara tanah yang sering dilakaukn masyarat dalam bercocok tanam tidak lagi subur, dan tangkapan para nelayan dalam memburuh ikan sudah sangatlah susah yang secara tidak langsung memaksa masayarakat hidup di bawa garis kemiskinan.
Mengutip apa yang di katakan Bung Karno,bahwa kemerdekaan nasional adalah suatu “kebebasan untuk menjalankan urusan politik, ekonomi, dan sosial kita yang sejalan dengan konsepsi nasional kita sendiri.”
Di sini, sebuah bangsa merdeka punya kebebasan melakukan apapun untuk emansipasi nasionalnya. Asalkan, kebebasan itu tidak menggangu atau merugikan kepentingan nasional bangsa lain.
Bung karno juga mengtakan bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Penggalan kalimat yang penuh makna, bahwa sampai hari ini masyarakat Indonesia telah meraskannya. Belum lai ketika aturan-aturan dan kebijakan yang dilakukan oleh para elit politik tikus berdasi yang rakus, mereka duduk manis di tempat yang empuk dan sejuk diruangan mewah. Sementara pada saat sama keadilan sosial hanyalah konsep yang acak dan selalu merugikan masyarakat.
Usia bangsa Indonesia yang ke 80 tahun ini, bukanlah usia yang muda. Catatan perjalanan bangsa Indonesia mencakup sejarah panjang dari masa prasejarah hingga era kemerdekaan dan seterusnya, termasuk masa penjajahan, perjuangan kemerdekaan, dan pembangunan negara.
Hingga saat ini masyarakat indonesia masih jauh dari kata merdeka. Kemerdekaan hanya berpihak kepada par-tikus berdasi yang rakus dengna kroni-kroninya. Pertanyaan yang radikal saya ajukan. Sampai kapan rakyat indonesia bisa merasakan esensi kemerdekaan yang sesungguhnya ? )
Perlu digarisbawahai bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan panjang, baik secara fisik maupun intelektual.
Dalam memperingati kemerdekaan yang penting adalah peringatan terhadap suatu tekad, membebaskan diri sebagai bangsa yang merdeka, baik dari segi politik, budaya, ekonomi dan lain-lain.
Dalam kemerdekaan Bangsa Indonesia, tentu tidak hanya sekedar mengenang tanpak kilas memperingati hari kemerdekaan saja, namun yang paling penting merasa telah merdeka dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana mengisi kemerdekaan itu sendiri.
Arti Penting Kemerdekaan
Kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut al-Istiqla, ditafsirkan sebagai ”al-Taharrur wa al-Khalash min ayy Qaydin wa Saytharah Ajnabiyyah” (bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain), atau “al- Qudrah ‘ala al-Tanfidz ma’a In‘idam Kulli Qasr wa ‘Unf min al-Kharij” (Kemampuan mengaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya).
Jadi kemerdekaan bebas dari segala bentuk penindasan bangsa lain, kata lain untuk makna ini adalah al-hurriyyah, kata ini diterjemahkan dengan kebebasan. Dari kata ini terbentuk kata al-tahrir yang berarti pembebasan, orang yang bebas atau merdeka disebut al-hurr lawan dari al-‘abd (budak).
Kemerdekaan senantiasa mempunyai arti penting bagi kehidupan suatu bangsa, termasuk Bangsa Indonesia. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan pengakuannya oleh dunia telah diperoleh bangsa ini dengan perjuangan berat tanpa kenal lelah dan pamrih.
Modal kemerdekaan bangsa ini akan memiliki harga diri dan dapat bersama-sama duduk saling berdampingan dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
Kemerdekaan Indonesia mempunyai beberapa arti penting.
Pertama: Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan puncak perjuangan bangsa ini. Jadi, serangkaian perjuangan menentang kaum penjajah akhirnya akan mencapai pada suatu puncak, yakni kemerdekaan.
Kedua: Kemerdekaan, berarti bangsa Indonesia mendapatkan suatu kebebasan. Bebas dari segala bentuk penindasan dan penguasaan bangsa asing. Bebas menentukan nasib bangsa sendiri. Hal ini berarti bahwa Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berdaulat, bangsa yang harus memliki tanggung jawab sendiri dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Ketiga: Kemerdekaan adalah jembatan emas atau merupakan pintu gerbang untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Jadi, dengan kemerdekaan itu bukan berarti perjuangan bangsa sudah selesai. Tetapi, justru muncul tantangan baru untuk mempertahankan dan mengisinya dengan berbagai kegiatan pembangunan.
Secara Fitrah Manusia Adalah Merdeka
Sesungguhnya manusia yang lahir dari kandungan ibunya ke dunia ini seluruhnya merupakan mahluk merdeka, manusia diciptakan Allah Swt. dengan fitrahnya yang bersih (hanif), yaitu berakidah dan bertauhid dalam arti kata manusia awal penciptaannya merdeka.
Dalam konteks ini semua dalamkeadaan fitrah (suci dan bersih dari perikatan dan penjajahan apapun), namun setelah dewasa ketika mulai baligh ada manusia yang kembali fitrah dan ada juga manusia yang yang tergelincir dari fitrahnya.
Sedangkan manusia tidak merdeka adalah manusia yang hidupnya dikendalikan oleh akalnya sendiri, dogma, hawa nafsu, ilmu sesat, harta dan dien selain Islam.
Islam datang ke alam dunia ini sesungguhnya membawa pesan dan sifat kemerdekaan. Islam menyeru umat manusia supaya membebaskan diri dan pemikiran mereka daripada belenggu jahiliah dan kemusyrikan terhadap Allah Swt, membebaskan diri daripada perhambaan dan membebaskan negara daripada cengkaman musuh.
Islam dalam arti kata kesejahteraan, kedamaian dan keamanan semuanya menjurus kepada hakikat kemerdekaan. Hakikat ini dapat dilihat semasa perkembangan awal Islam di mana Rasulullah Saw. telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan untuk Negeri Madinah dan memerdekakan Mekah dari cengkaman kafir Quraisy.
Demikian juga halnya perkembangan masa pemerintahan Khulafa’ ar-Rasyidin dan kekhalifahan sesudahnya yang banyak memerdekakan negara dari cengkaman kekufuran.
Islam juga bersifat merdeka dalam arti kata lain bermaksud bebas daripada keruntuhan akhlak dan kemurkaan Allah Swt. Lantaran itu, Islam telah berjaya menyelamatkan manusia dari sistem perhambaan terhadap manusia ataupun hawa nafsu yang diselaputi oleh perbuatan syirik, kekufuran, kemungkaran dan kemaksiatan.
Oleh karena itulah hendaknya umat Islam senantiasa bercita-cita agar membebaskan diri daripada sifat-sifat yang boleh meruntuhkan wibawa kamanusiaan karena sifat-sifat demikian dimurkai Allah Swt.
Hal ini menyebabkan manusia terpenjara dibawah arahan hawa nafsu dan ajakan syetan, dan yang terpenting lagi terlepas dari siksaan api neraka.
Islam memandang kemerdekaan tidak hanya sekedar diukur dari sudut pandang terbebasnya bangsa dari kejahatan penjajahan, meskipun tidak bisa dipungkiri sebagai salah satu alat dalam mengukur kemerdekaan sejati. Tidak adanya suatu kebebasan (hurriyah) dirasakan jika semua makna penjajahan dalam bentuk apapun kecuali benar-benar berakhir dan sirna dalam kehidupan umat manusia.
(am/dm)